Sabtu, 24 Maret 2012

Manfaat Membaca dan Mempelajari AlQuran

NAMA : RATIH NURAFRIANI
NIM : 1110012000005
JUDUL : MANFAAT MEMBACA DAN MEMPELAJARI AL-QUR’AN

PENDAHULUAN
Membaca merupakan upaya untuk membantu perkembangan otak. Dengan membaca, otak atak menyimpan banyak informasi yang akan terus disimpan sampai mereka membutuhkan informasi itu. Membaca juga dapat membantu kita untuk terus mencari sesuatu yang baru dan menarik karena setiap yang kita baca akan memberikan informasi-informasi penting yang akan berguna dalam kehidupan kita.
Membaca tidak saja dengan buku, dengan melihat kejadian alam sekitar pun kita telah membaca. Mata adalah kunci untuk kita bisa melihat dan membaca apa saja yang terjadi di sekitar kita. Tapi, bagaimana dengan membaca Al-Qur’an? Apa manfaat yang kita dapatkan dengan membaca Al-Qur’an? Berikut akan dijelaskan manfaat dari membaca Al-Qur’an.

PEMBAHASAN
Manfaat Membaca Al-Qur’an dalam Kehidupan
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam, sehingga menjadi benar-benar umat yang baik dan terbaik yang pernah ada di muka bumi ini. Diantara ciri khas atau keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an adalah ia bisa memberi syafa’at pada hari kiamat pada orang-orang yang membacanya dan mengkajinya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abi Umamah Al Bahimah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, yang artinya: “Baca Al-Qur’an, ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepadanya.” (H.R. Muslim)
Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah Swt yang paling mulia, senantiasa telah memberikan banyak hikmah dan manfaat bagi kita yang ingin mempelajarinya. Karena kita sebagai hamba Allah Swt yang beriman hendaknya kita menunaikan kewajiban kita untuk membaca, mempelajari dan memaknai setiap ayat-ayat Al-Qur’an. Karena dengan hal itu kita akan mendapatkan banyak manfaat yang diperoleh dari mempelajari kitab suci Al-Qur’an.
Bacaan Al-Qur’an umumnya memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa, dan lain-lain.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa manfaat dari membaca Al-Qur’an :
1. Mengurangi Ketegangan (stres)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ahmad Al Qadhi, direktur utama Islamic Muslim for Education and Research yang berpusat di Amerika Serikat sekaligus konsultan ahli sebuah klinik di Panama City, Florida menunjukkan bahwa bacaan Al-Qur’an menimbulkan efek relaksasi hingga 65%. Al-Qur’an juga memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menurunkan ketegangan (stres).
2. Meningkatkan Kesehatan Mental
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kazemi dkk yaitu dengan cara mendengarkan Al-Qur’an selama 15 menit 3 kali seminggu selama 4 minggu berturut-turut yang diperdengarkan melalui tape recorder. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan mendengarkan Al-Qur’an telah meningkatkan kesehatan mental si pendengar.
3. Mencegah dan Mengatasi Kepikunan
Membaca Al-Qur’an secara rutin dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kerja otak kita karena secara spiritual Al-Qur’an merupakan kumpulan wahyu yang sempurna yang menenangkan jiwa, meningkatkan keyakinan, dan menyeimbangkna hidup manusia. Energi positif dari ayat-ayat Allah Swt ini dapat menjadi nutrisi otak yang paling berharga dari sebuah obat.
Selain ketiga manfaat diatas, terdapat pula manfaat dari membaca Al-Qur’an yang dikutip dari sebuah artikel yang ditulis oleh Agus Syafii pada tanggal 28 November 2010 dengan judul “Manfaat Membaca Al-Qur’an”, bahwa membaca Al-Qur’an bagaikan saringan kelapa yang kotor yang ditaruh dibawah kran air yang mengucur deras, maka saringan tersebut menjadi bersih luar dan dalam karena telah tersiram air.
Terdapat pula dalam artikel yang lain dengan judul “Kenapa Musti Baca Al-Qur’an Sih? Kan Kita Tidak Tahu Bahasa Arab!”, bahwa membaca Al-Qur’an bagaikan membawa air dalam keranjang batu bara, semakin kita berusaha membawa air dengan keranjang yang kotor itu, maka semakin bersih pula keranjang yang dipakai untuk membawa air itu.
Kedua perumpamaan diatas menjelaskan kepada kita bahwa dengan membaca Al-Qur’an jasmani dan rohani kita akan bersih dari sifat dan sikap yang buruk.
Berdasarkan pengalaman salah seorang hamba Allah Swt yang beriman, dia telah menemukan banyak manfaat dalam hidupnya yang diperoleh dari membaca Al-Qur’an, , diantaranya yaitu:
• Motivator dan penyemangat
• Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat-Nya
• Memberikan kedamaian dan ketenangan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Ar-Ra’d ayat 28 :
            
Artinya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
• Senantiasa selalu ingat Allah Swt dan kembali kepada-Nya
• Selalu berada dalam kecukupan akan nikmat Allah Swt
• Menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia
• Memperbanyak ilmu
• Selalu mengambil manfaat dari setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya
• Membuatnya selalu ingin beramal, kreatif, inovatif dan produktif
• Selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan
• Selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk
• Selalu berada dalan lindungan dan penjagaan Allah Swt
Manfaat Mempelajari Ayat-Ayat Al-Qur’an
Jika kita pelajari makna dari setiap ayat yang telah kita baca, kita akan menemukan berbagai manfaat yang diperoleh dari membaca. Misalnya, terdapat ayat yang menjelaskan bagaimana Allah Swt menciptakan langit dan bumi, dengan begitu kita secara spontan akan berfikir tentang penciptaan Allah Swt tersebut. Dengan hal ini, otak kita akan berfungsi dengan baik untuk merenungkan hal-hal yang positif yang dapat memberikan manfaat untuk kita. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 164 :
•       •        ••       •                     
Artinya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Selain kita dapat memperoleh manfaat lewat ayat-ayat Allah tentang bagaimana Allah menciptakan langit dan bumi, kita juga dapat mengetahui tentang manfaat shalat, sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat Thaha ayat 132 :
               
Artinya, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Dalam ayat tersebut terdapat nilai-nilai yang terkandung dalam shalat, yaitu:
• Shalat menanamkan sikap selalu dekat dengan Allah Swt
• Shalat menanamkan sikap disiplin
• Shalat menanamkan sikap kebersamaan
• Shalat menanamkan sikap selalu bersih
• Shalat menanamkan sikap patuh kepada atasan
• Shalat menanamkan sikap paduli terhadap bawahan
Waktu Meditasi Dengan Al-Qur’an
Pada hakikatnya tidak ada waktu yang makruh untuk membaca/meditasi Al-Qur’an, hanya saja memang ada beberapa dalil yang menerangkan bahwa ada waktu-waktu yang lebih utama dari waktu-waktu yang lainnya untuk membaca Al-Qur’an. Waktu-waktu tersebut adalah:
1. Dalam Shalat
An-Nawawi berkata; “waktu-waktu pilihan yang paling utama untuk membaca Al-Qur’an ialah dalam shalat.”
Al-Baihaqi meriwayatkan dalam Asy-Syu’ab dari Ka’ab r.a. ia berkata; “Allah telah memilih negeri-negeri, maka negeri-negeri yang lebih dicintai Allah ialah negeri al Haram (Mekkah). Allah telah memilih zaman, maka zaman yang lebih dicintai Allah ialah bulan-bulan haram. Dan bulan yang telah dicintai Allah ialah bulan Dzulhijjah. Hari-hari bulan Dzulhijjah yang lebih dicintai Allah ialah sepuluh hari yang pertama. Allah telah mimilih hari-hari, maka hari yang lebih dicintai Allah ialah hari Jum’at. Malam-malam yang lebih dicintai Allah ialah malam Qadar. Allah telah memilih waktu-waktu malam dan siang, maka waktu yang lebih dicintai Allah ialah waktu-waktu shalat yang lima waktu. Allah telah memilih kalam-kalam (perkataan), maka kalam yang dicintai Allah adalah lafadz ‘La Ilaaha illallah wallahu akbar wa subhanallahi wal hamdulillah’.”
2. Malam Hari
Waktu-waktu yang paling utama untuk membaca Al-Qur’an selain waktu shalat adalah waktu malam, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 113 :
...      •         
Artinya, “Di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat).”
Waktu malam ini pun dibagi menjadi 2, yaitu antara waktu Maghrib dan Isya dan bagian malam yang terakhir.
3. Setelah Subuh
Setelah subuh merupakan waktu yang utama untuk membaca Al-Qur’an, karena pada waktu itu suasana masih terasa sepi dan baik sebelum kita melakukan aktivitas.

PENUTUP
Membaca Al-Qur’an merupakan salah satu metode dalam mengatasi masalah hati. Membaca Al-Qur’an senantiasa menjadikan hati kita lebih tenang dan damai, karena dengan membaca Al-Qur’an secara tidak langsung kita sedang menghadap Allah Swt. Sebagaimana dalam firman Allah Swt Q.S. Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya, “hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” Oleh karena itu, perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan mengkaji ayat-ayat-Nya agar hati kita menjadi lebih tenang dan tentram.
Dalam sebuah hadits juga dikatakan, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (H.R. Bukhari). Maka dari itu, hendaknya kita sebagai hamba Allah Swt yang beriman agar selalu mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkan apa-apa yang kita peroleh dari mempelajari Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

pendidikan Islam bagi anak di lingkungan keluarga

Judul : Pentingnya Peran Pendidikan Islam bagi Anak di Lingkungan Keluarga
Nama : Ratih Nurafriani
NIM : 1110012000005
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemahaman seorang anak tentang Islam memang masih sangat terbatas. Tapi kita harus memberikan pemahaman itu kepada mereka agar mereka tidak menjadi orang yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Seperti yang telah kita ketahui, banyak anak yang melakukan kenakalan-kenakalan seperti mencuri, berbohong, berkelahi, dan sebagainya merupakan akibat dari kurangnya pemahaman anak tentang Islam. Pengetahuan mereka tentang agama Islam sangat sedikit mereka dapatkan, baik di lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan tempat dimana seorang anak mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang agama dari orangtua (ayah dan ibu). Orangtua berperan penting dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terutama pendidikan agama Islam. Orangtua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Karena seorang anak biasanya akan meniru sikap dan tingkah laku dari orang-orang terdekatnya terutama orangtua. Maka dari itu, peran orangtua disini sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak.

1.2. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun bertujuan untuk memberikan penjelasan betapa pentingnya pendidikan agama Islam bagi perkembangan anak dan pembentukkan kepribadian seorang anak. Karena kesuksesan suatu negara tergantung dari akhlak para pemuda zaman sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing seseorang menjadi orang yang baik terutama pendidikan agama. Dengan pendidikan agama akan membentuk karakter akhlakul karimah bagi anak sehingga mampu memfilter mana pergaulan yang baik dan mana pergaulan yang tidak baik.
Pendidikan agama sesungguhnya pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama ditujukan kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَحْلاَقِ
Artinya : “Sesungguhnya Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad )
Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Disini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang berakhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan indrawi saja.

2.2. Konsep Pendidikan Islam
Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan pribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.
Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.
Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, sebagaimana dikutip dalam Sismanto (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan Islam itu mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
• Pendidikan keimanan (Tarbiyatul Imaniyah)
• Pendidikan moral/akhlak ((Tarbiyatul Khuluqiyah)
• Pendidikan jasmani (Tarbiyatul Jasmaniyah)
• Pendidikan rasio (Tarbiyatul Aqliyah)
• Pendidikan kejiwaan/hati nurani (Tarbiyatulnafsiyah)
• Pendidikan sosial/kemasyarakatan (Tarbiyatul Ijtimaiyah)
• Pendidikan seksual (Tarbiyatul Syahwaniyah)
Secara umum, keseluruhan ruang lingkup materi pendidikan Islam yang tercantum di atas, dapat dibagi manjadi 3 materi pokok pembahasan. Ketiga pokok bahasan tersebut yakni; Tarbiyah Aqliyah (IQ learning), Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning), dan Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning).
Pertama, adalah Tarbiyah Aqliyah (IQ learning). Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka.
Kedua, Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning). Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.
Dan ketiga, Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) Makna tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.
2.3. Peran Orang Tua (Keluarga) dalam Pendidikan Anak
Orang tua dan anak-anak pada umumnya memiliki hubungan yang sangat erat baik secara fisik dan emosional. Hubungan semacam ini membuat anak-anak merasa aman dan dicintai. Peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan keluarga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Pendidikan dan bimbingan dimulai sejak usia dini tujuannya adalah membuat anak memiliki kepribadian yang Islami, dengan karakter dan moral yang baik, prinsip-prinsip Islam yang kuat, memiliki sarana untuk menghadapi tuntutan hidup dengan cara yang matang dan bertanggung jawab.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidika anak adalah sabda Rasulullah Saw. Yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi.
Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.
Secara umum, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua muslim dalam mendidik anak:
• Orang tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya.
• Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.
• Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
• Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
• Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.
Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai Islam pada diri anak. Sehubungan dengan hal ini, Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu:
1. Dengan Hiwar (dialog)
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW sering menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan: apa betul Allah itu ahad, katanya Tuhan itu ada di mana-mana. Pada usia remaja atau dewasa, dialog dengan orang tua itu sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas.
2. Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau kisah yang diceritakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceritakan itu tidak baik, sikap dan perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
3. Dengan Perumpamaan
Al-Qur`an dan al-hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tua juga harus mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentu si anak berkata, “Tentu, anak itu akan disukai oleh ibunya.”
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
4. Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka biasanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak.
Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.
5. Dengan Latihan dan Pengamalan
Anak shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
6. Dengan ‘Ibrah dan Mauizhah
Dari kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Bila orang tua sudah berhasil mengambil pelajaran dari suatu kejadian untuk anak-anaknya, selanjutnya pada mereka diberikan mau’izhah (nasihat) yang baik.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.
7. Dengan Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Banyak sekali ayat dan hadits yang mengungkapkan janji dan ancaman. Itu artinya orang tua juga mesti menerapkannya dalam pendidikan anak-anaknya.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan: yakni tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad). Tantangan eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat.
Maka dari itu, peran pendidikan islam penting agar seorang anak tidak secara langsung menerima pengaruh-pengaruh yang buruk dari luar yang menyebabkan sikap dan tingkah lakunya menjadi buruk pula. Disinilah peran orang tua juga penting agar mereka dapat membatasi anak-anaknya dalam memilih teman pergaulan sehingga sang anak tidak menjadi anak yang nakal.

2.4. Peran Pendidikan Agama Islam bagi Anak
Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan hanya menjadikan manusia yang pintar dan terampil, akan tetapi jauh daripada itu adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah. Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.
Para ahli pendidik Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik, tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadhilah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur. Pendidikan agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, kkhususnya bagi anak dalam menghadapi lingkungannya.
Pada akhirnya, tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam AlQur’an sudah terang dikatakan bahwa manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt. :
      
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Agama merupakan salah satu faktor pengendalian terhadap tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat dimengerti karena agama mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Pembinaan dan bimbingan melalui pendidikan agama sangat besar pengaruhnya bagi anak sebagai alat pengontrol dari segala bentuk sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.
2.5. Akibat Kurangnya Pendidikan Islam pada Anak
Khususnya terhadap para siswa Sekolah Dasar (SD) pendidikan agama sangat penting sebagai benteng sejak dini dari hal-hal yang tidak baik. Terlebih saat ini, realitas menunjukkan bahwa anak-anak usia dini sudah banyak terlibat dengan perilaku tidak baik, seperti tawuran, perilaku amoral/asusila, narkoba, pornografi dan pornoaksi, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil survey Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Kita dan Buah hati menunjukkan bahwa 67% siswa SD pernah mengakses pornografi melalui media komik dan internet. Survey yang dilakukan meliputi 2.818 siswa SD kelas 4-6 di Indonesia sejak Januari 2008 s/d Februari 2010. Akibat labih jauh dari minimnya pendidikan agama sejak SD, maka perilaku menyimpang di usia SMP semakin meningkat. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7% remaja putri SMP di Indonesia sudah tidak perawan.
Hasil lain, ternyata 93.7% siswa SMP dan SMA pernah berciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi dan 97% remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita untuk membekali anak-anak usia Sekolah Dasar (SD)khususnya dengan dasar ilmu agama yang layak. Salah satu lembaga pendidikan yang sangat kompeten memberikan bekal pengetahuan agama bagi anak-anak usia SD adalah Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA). Selama ini, mayoritas orang tua yang memiliki anak usia SD memandang sebelah mata bahkan tidak peduli dengan MDA kerana menganggap tidak punya jaminan masa depan. Padahal, MDA adalah lembaga pendidikan agama Islam yang menanamkan prinsip-prinsip dasar ajaran agama Islam.
2.6. Peran Pendidikan Islam dalam Menghadapi Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah merebut perhatian anak-anak. Banyak dari mereka yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap teknologi yang berkembang saat ini. Mereka mulai mencoba-coba teknologi tersebut. Hingga pada akhirnya mereka melupakan kewajibannya sebagai anak untuk belajar.
Seorang anak boleh saja memiliki rasa keingintahuan tentang hal yang baru. Tapi jika tidak dilandari dengan pendidikan agama yang baik memungkinkan mereka untuk mencoba hal-hal yang baru yang justru hal itu dilarang dalam agama, seperti tawuran, mengakses pornografi dan pornoaksi, narkoba, dsb.
Dalam hal ini, pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak agar dapat membatasi diri dalam mengenal lingkungannya seperti teknologi yang berkembang saat ini. Karena jika mereka terus menerus mengikuti perkembangan zaman dan tidak dilandasi dengan agama yang kuat, kemungkinan besar akhlak yang buruk akan melekat dalam diri mereka. Maka dari itu, orang tua harus selalu mengawasi kegiatan anak-anak, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai hasilnya, ketika orang tua menentukan batasan-batasan bagi anak mereka, ia sudah bisa memahami bahwa standar yang harus diikutinya itu tidak hanya merupakan keinginan-keinginan pribadinya, namun hukum-hukum Allah, yang kepadanya orang tua menjadi subjek seperti halnya dirinya sendiri.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam bagi perkembangan kepribadian anak sangatlah penting. Disamping itu, peran orang tua pula sangat mempengaruhi anak dalam membentuk kepribadiannya, apakah sang anak akan menjadi anak yang baik atau buruk.
Seorang anak yang sejak kecilnya tidak diberikan pengetahuan tentang agama oleh orang tuanya, kelak ketika mereka dewasa akan mudah terpengaruh oleh pemahaman-pemahaman yang mungkin akan mempengaruhi kepribadiannya terutama akhlaknya.

pendidikan Islam pada masa Bani Abbasyiyah


SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASYIYAH
Dosen Pembimbing : Ahmad Irfan Mufid, MA

Kelompok 5 :
Ratih Nurafriani (1110012000005)
Fitria Apriani (1110011000033)
 
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di dunia. Selama pemerintahan bani Abbasyiyah, banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan umum yang muncul beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.
Pendidikan Islam yang sangat berkembang pada masa Bani Abbasyiyah yaitu pada pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu umum diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain. Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan lain-lain.
1.2.Tujuan
1.      Memahami sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa bani Abbasyiyah.
2.      Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh pada masa bani Abbasyiyah.
3.      Mengetahui lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasyiyah.
4.      Mengetahui kurikulum pendidikan yang terapkan pada masa bani Abbasyiyah.
1.3.Rumusan masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa bani Abbasyiyah?
2.      Siapa sajakah tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh pada masa bani Abbasyiyah?
3.       Apa saja lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasyiyah?
4.      Bagaimana kurikulum pendidikan yang diterapkan pada masa bani Abbasyiyah



BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sekilas Sejarah Bani Abbasyiyah 
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
1.    Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama.
2.    Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3.    Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.    Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5.    Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
2.2. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Popularitas daulah Abbasyiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama, senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
2.3. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Beberapa ilmuwan muslim pada masa Daulat Abbasyiyah yang karyanya diakui dunia diantaranya:
§  Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina.
§  Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan.
§  Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae.
§  Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).
Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :
1. Ilmu Umum
a.       Ilmu Filsafat
1)    Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2)    Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3)    Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4)    Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5)    Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6)    Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al
Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin dan lain-lain
7)    Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain

b.      Bidang Kedokteran
1)      Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
2)      Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai
penterjemah bahasa asing.
3)      Thabib bin Qurra (836-901 M)
4)      Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan
campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c.         Bidang Matematika
1)    Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2)    Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
d.      Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
1)    Al Farazi : pencipta Astro lobe
2)    Al Gattani/Al Betagnius
3)    Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
4)    Al Farghoni atau Al Fragenius
e.       Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
2. Ilmu Naqli
a.    Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain
b.    Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tarmidzi, dan lain-lain
c.     Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d.    Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H) karangannya: ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H) karangannya: Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
e.    Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).
2.4. Lembaga-Lembaga Pada Masa Bani Abbasyiyah
Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
a.    Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b.    Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c.     Darul Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan
belajar.
d.    Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e.    Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.

Lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik, adalah:
1. Suffah
Pada masa Rasulullah SAW, suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas pendidikan biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin disini para siswa diajari membaca dan menghafal al-qur’an secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi, dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
2. Kuttab atau maktab
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis.
Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan peradaban helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.
3. Halaqah
Halaqah artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk megajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
4. Majlis
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam, mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan. Majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7 (tujuh) macam majlis, diantaranya: Majlis al-hadits, Majlis al-tadris, Majlis al-munazharah, Majlis muzakarah, Majlis al-syu’ara, Majlis al-adab, dan Majlis al-fatwa dan al-nazar.
5. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun, yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan.
Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib dan iman masjid.
6. Khan
Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di bagdad.
7. Ribarth
Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah.
8. Rumah – Ulama
Rumah sebenarnya bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para ulama dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
9. Toko-toko buku dan perpustakaan
Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu. Disamping tokobuku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer keilmuan islam.
10. Rumah sakit
Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran dan obat-obatan cukup pesat.
Rumah sakit juga merupakan tempat praktikum sekolah kedokteran yang didirikan diluar rumah sakit, rumah sakit juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan .


11. Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui)
Badiah merupakan sumber bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khulifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan kesusastraan arab. Dengan begitu badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
Madrasah
1.   Sejarah dan motivasi pendirian madrasah
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya berlangsung di mesjid-mesjid.
Disisi lain, syalabi mengemukakan bahwa perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, menurutnya madrasah sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar tidak hanya kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang dikenal madrasah.
Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran didunia islam baru timbul sekitar abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa sejak awal perkembangannya islam tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada awal telah berdiri madrasah yang menjadi cikal bakal munculnya madrasah nizamiyah, madrasah tersebut berada diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya madrasah al-baihaqiyah, madrasah sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di Khusan.
2.   Madrasah Nizhamiyah.
Madrasah nizhamiyah merupakan pertotipe awal bagi lembaga pendidikan tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai suatu lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa ikut terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan, sarana fisik dan lain-lain.
Kendati madrasah nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran islam dalam persi tertentu. Tetapi keterkaitan dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian yang inofatif.
3.   Madrasah di Mekah dan Madinah.
Secara kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyak dibandingkan di Madinah. Diantaranya madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah Ursufiyah, madrasah Muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di Mekah adalah madrasah qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.
2.5. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Bani Abbasyiyah
 Kurikulum Pendidikan Sebelum Berdirinya Madrasah.
  1. Kurikulum pendidikan rendah/dasar
Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan islam, tetapi hanya satu tingkat yang bermula dikuttab dan berakhir didiskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat islam, dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis  al-qur’an, kadang diajarkan bahasa nahwu dan arudh. Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina untuk tingkat ini adalah mengajari al-qur’an, karena anak-anak dari segi fisik dan mental telah siap menerima pendiktean.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari seorang baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan mengajarkannya menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya syair. Dan apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong kampungnya untuk mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
  1. Kurikulum pendidikan tinggi.
Kurikulum pendidikan tinggi, berpariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama dan jurusan ilmu pengetahuan.
Al-Khuwarazmi (Yusuf al-kutub, tahun 976) meringkas kurikulum agama sebagai berikut: Ilmu Fiqih, ilmu nahwu, ilmu kalam, ilmu kitabah (sekretaris), ilmu arudh, dan lain-lain.
Ikhwan Al-Ahafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
1) Disiplin-disiplin umum: tulis baca, arti baca gramatika, ilmu hitung, satra, ilmu tentang tanda dan isyarat, ilmu sihir, jimat, kimia, sulap, dagang, dan sebagainya.
2) Ilmu-ilmu filosofis: matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri, astronomi, musik, aritmatika dan hukum-hukum geometri, dan sebagainya.
Kurikulum Pendidikan Setelah Berdirinya Madrasah.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan, mendirikan madrasah dianggap krusial. Pendirian lembaga pendidikan tinggi islam ini terjadi di bawah patronase wazir Nizam Al-Mulk (1064 M). Biasanya sebuah madrasah dibangun untuk seorang ahli fiqih yang termasyhur dalam suatu mazhab yang empat. Umpamanya Nuruddin Mahmud bin Zanki telah mendirikan di Damaskus dan Halab beberapa madrasah untuk mazhab Hanafi dan Syafi’i dan telah dibangun juga sebuah madrasah untuk mazhab ini di kota Mesir.
Berdirinya madrasah, pada satu sisi, merupakan sumbangan islam bagi peradaban sesudahnya, tapi pada sisi lain membawa dampak yang buruk bagi dunia pendidikan setelah hegomoni negara terlalu kuat terhadap madrasah ini. Akibatnya kurikulum madrasah ini dibatasi hanya pada wilayah hukum (fiqih) dan teologi. ”pemakruhan” penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu profan yang sangat dicurigai dihapus dari kurikulum madrasah, mereka yang punya minat besar terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa belajar sendiri-sendiri. Karenanya ilmu-ilmu profan banyak berkembang di lembaga nonformal.
BAB III
KESIMPULAN
Pada masa bani Abbasyiyah, pendidikan islam sangat berkembang pesat terutama pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahannya, banyak bermunculan pemikiran-pemikiran baru yang berhubungan dengan ilmu agama dan ilmu umum. Dan juga bermunculah tokoh-tokoh pendidikan islam yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada masa pemerintaha Ar-Rasyid banyak dibangun lembaga-lembaga pendidikan seperti Suffah, kuttab/maktab, halaqoh, majlis, masjid, khan, ribbat, rumah – ulama, rumah sakit, toko buku – perpustakaan, dan badiah. Juga yang sampai saat ini masih dipergunakan oleh para pelajar untuk belajar pendidikan umum dan agama, yaitu Madrasah.

  
DAFTAR PUSTAKA
Suwito. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.