Rabu, 06 Februari 2013

macam-macam corak tafsir



TAFSIR KONTEMPORER
MACAM-MACAM CORAK TAFSIR
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA
Dr. Elo Albugis

 Kelompok 5 :
Istiya Rahayu D.P
Ratih Nurafriani
Abdul Rosyadi
Fakhrurrazi

Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2012

BAB I
PENDAHULUAN

            Al Qur’an yang dalam memori kolektif kaum muslimin sepanjang abad sebagai kalam Allah, menyebut dirinya sebagai “ petunjuk bagi manusia” dan memberikan “penjelasan atas segala sesuatu” sedemikian rupa sehinggga tidak ada sesuatupun yang ada dalam realitas yang luput dari penjelasannya. Bila diasumsikan bahwa kandungan al Qur’an bersifat universal, berarti aktualitas makna tersebut pada tataran kesejarahan meniscayakan dialog dengan pengalaman manusia dalam konteks waktu. Hal ini juga berlaku dengan kajian tafsir yang ada di Indonesia. Sesuai dengan kondisi sosio-historisnya, Indonesia juga mempunyai perkembangan tersendiri dalam kaitannya dengan proses untuk memahami dan menafsirkan al Qur’an.
            Perkembangan penafsiran al Qur’an di Indonesia agak berbeda dengan perkembangan yang terjadi di dunia Arab yang merupakan tempat turunnya al Qur’an dan sekaligus tempat kelahiran tafsir al-Qur’an. Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya dan bahasa. Karena bahasa Arab adalah bahasa mereka, maka mereka tidak mengalami kesulitan berarti untuk memahami bahasa al Qur’an sehingga proses penafsiran juga lumayan cepat dan pesat. Hal ini berbeda dengan bangsa Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa Arab. Karena itu proses pemahaman al Qur’an terlebih dahulu dimulai dengan penerjemahan al Qur’an ke dalam bahasa Indonesia baru kemudian dilanjutkan dengan pemberian penafsiran yang lebih luas dan rinci. Oleh karena itu pula, maka dapat dipahami jika penafsiran al Qur’an di Indonesia melalui proses yang lebih lama jika dibandingkan dengan yang berlaku di tempat asalnya.
           





BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian corak tafsir
                                                   
 Dalam kamus bahasa Indonesia kata corak mempunyai beberapa makna. Di antaranya Corak berarti bunga atau gambar (ada yang berwarna -warna ) pada kain( tenunan, anyaman dsb), Juga bermakna berjenis jenis warna pada warna dasar, juga berarti sifat( faham, macam, bentuk) tertentu. Kata corak dalam literatur sejarah tafsir, biasanya digunakan sebagai terjemahan dari kata al-laun, bahasa Arab yang berarti warna. Istilah ini pula di gunakan Azzahaby dalam kitabnya At-Tafsir Wa-al-Mufassirun. Berikut potongan ulasan beliau (وعن ألوان التفسير فى هذا العصر الحديث….) (Tentang corak-corak penafsiran di abad modern.
           Adapun tafsir menurut Istilah adalah:
التفسير علم يعرف به فهم كتاب الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم وبيان معانيه واستخراج أحكامه وحكمه.
Tafsir adalah Ilmu untuk memahami kitabullah yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hukum –hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
Jadi, corak tafsir adalah nuansa atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah satu bentuk ekspresi intelektual seseorang mufassir, ketika ia menjelaskan maksud-maksud ayat al-Qur’an. Artinya bahwa kecenderungan pemikiran atau ide tertentu mendominasi sebuah karya tafsir .

B.       Macam-macam Corak Tafsir
1.    CORAK LUGHAWI
Ø Pengertian Lughawi
        Tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan. Seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan bahasa harus mengetahui bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa arab dengan segala seluk-beluknya, baik yang terkait dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Ahmad Syurbasyi menempatkan ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, sharaf, etimologi, balaghah dan qira’at) sebagai syarat utama bagi seorang mufassir. Di sinilah, urgensi bahasa akan sangat tampak dalam penafsirkan al-Qur’an.

Ø Jenis-jenis Lughawi
        Sebelum menjelaskan jenis-jenis dan metode tafsir lughawi, perlu diketahui bahwa tafsir lughawi dengan berbagai macam penyajian dan pembahasannya tidak akan keluar dari dua kelompok besar yaitu:
§  Tafsir lughawi yang murni atau lebih banyak membahas hal-hal yang terkait dengan aspek bahasa saja, seperti tafsir Ma’an al-Qur’an karya al-Farra’, Tafsir al-Jalalain karya al-Suyuthi dan al-Mahally. Dll.
§  Tafsir lughawi yang pembahasannya campur-baur dengan pembahasan lain seperti hukum, theology dan sejenisnya, seperti Tafsir al-Thabary li Ibn Jarir al-Thabary, Mafatih al-Ghaib li al-Fakhruddin al-Razy, dan sebagian besar tafsir dari awal hingga sekarang, termasuk Tafsir al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab.
        Tafsir lughawi dalam perkembangannya, juga memiliki beberapa macam bentuk dan jenis. Ada yang khusus membahas aspek nahwu, munasabah dan balaghah saja dan ada pula yang membahas linguistik dengan mengkelaborasikan bersama corak-corak yang lain.
        Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan macam-macam tafsir lughawi, akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Tafsir nahwu atau i’rab al-Qur’an yaitu tafsir yang hanya pokus membahas i’rab (kedudukan) setiap lafal al-Qur’an, seperti kitab al-Tibyan fi I’rab al-Qur’an karya Abdullah bin Husain al-‘Akbary (w. 616 H)
2.      Tafsir Sharaf atau morpologi (semiotik dan semantik) yaitu tafsir lughawi yang pokus membahas aspek makna kata, isytiqaq dan korelasi antarkata seperti Tafsir al-Qur’an Karim karya Quraish Shihab, Konsep Kufr dalam al-Qur’an karya Harifuddin Cawidu.
3.      Tafsir Munasabah yaitu tafsir lughawi yang lebih menekankan pada aspek korelasi antar ayat atau surah, seperti Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karya Burhanuddin al-Buqa’y (w. 885), Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razy (w. 606), Tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab, dll.
4.      Tafsir al-amtsal (alegori) yaitu tafsir yang cenderung mengekspos perumpamaan-perumpamaan dan majaz dalam al-Qur’an seperti kitab al-Amtsal min al-Kitab wa al-Sunnah karya Abdullah Muhammad bin Ali al-Hakim al-Turmudzi (w. 585 H), Amtsal al-Qur’an karya al-Mawardi (w. 450 H), Majaz al-Qur’an karya Izzuddin Abd Salam (w. 660 H)
5.      Tafsir qir’ah yaitu tafsir yang membahas macam-macam qira’ah seperti kitab Tahbir al-Taisir fi Qir’aat al-Aimmah al-‘Asyrah karya Muhammad bin Muhammad al-Jazry (w. 843 H).
6.      Tafsir klasifikasi bahasa yaitu tafsir yang mengkaji lafal-lafal yang murni bahasa arab dan yang tidak seperti kitab al-Muhadzzab fi Waqa’a fi al-Qur’an min al-Mu’arrab karya Jalaluddin al-Suyuthi.
7.      Dan tafsir-tafsir lughawi yang lain semisal tafsir Fawatih al-Hijaiyyah dll.

2.    CORAK ‘ILMI
Tafsri ‘Ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al qur’an berdasarkan pendekatan Ilmiyah atau menggali kandungan al qur’an berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Alasan yang melahirkan penafsiran ilmiah adalah karena seruan al-Quran pada dasarnya adalah sebuah seruan ilmiah. Yaitu seruan yang didasarkan pada kebebasan akal dari keragu-raguan dan prasangka buruk, bahkan al-Quran mengajak untuk merenungkan fenomena alam semesta, atau seperti juga banyak kita jumpai ayat-ayat al-Quran ditutup dengan ungkapan-ungkapan, “Telah kami terangkan ayat-ayat ini bagi mereka yang miliki ilmu”, atau dengan ungkapan, “bagi kaum yang memiliki pemahaman”, atau dengan ungkapan, “bagi kaum yang berfikir.”.
 Karya yang bisa digolongkan dalam kelompok tafsir ilmi adalah Tafsir al-Kabīr karya Imam Fakh al-Razî dan Tafsir al-Jawahir karya Tantawi Jauhari. Sebagian ulama ada juga yang memasukkan beberapa karya seperti Ihyā’ ‘ulūm al-dīn, dan Jawāhir al-Quran karya Imam al-Ghazāli; serta al-Itqan karya al-Suyūtī sebagai karya yang mencerminkan corak tafsir ilmi ini. Ada beberapa ulama yang menolak adanya penafsiran al-Qur’an secara ilmiah, terutama penafsiran model al-Fakhr al-Raziy dan Thanthawi Jawhari karena dianggap terlalu berlebihan dalam penafsiran ilmiah dan terkesan memaksakan diri membuat kaitan antara ayat-ayat al-Qur’an dan ilmu pengetahuan.
Beberapa contoh penafsiran ilmiah diantaranya, penafsiran QS. Sl-Mursalaat ayat 30 oleh al-Marasi.
(#þqà)Î=sÜR$# 4n<Î) 9e@Ïß ÏŒ Ï]»n=rO 5=yèä© ÇÌÉÈ
Artinya, “Pergilah kamu untuk mendapatkan naungan yang memiliki tiga buah cabang.”
3.    CORAK TASIR FIQH
Ø  Pengertian Corak Tafsir Fiqhi
 Corak Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang menitikberatkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan atau perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab. Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir ahkam, yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an (ayat-ayat ahkam). Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam Al Qur’an. Orang yang pertama berhak menyandang predikat mufassir adalah Rasulullah SAW, kemudian para shahabat.
Setelah ini periode mufassir tabi’in, kemudian periode mufassir tabi’it tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, yang pada periode mereka ini dinamakan periode tadwin (pengodifikasian). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang-cabangnya tafsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin..
Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqhī adalah Ahkām al-Quran karya al-Jassās (w. 370 H); Ahkām al-Quran karya Ibn al-‘Arabi (w. 543 H); dan Al-Jāmi‘ li ahkām al-Quran karya al-Qurtubī (w. 671 H).
Ø  Sistematika Tafsir Fiqhi
Dalam sistematika penulisan kitab tafsir dikenal adanya 3 sistematika:
a.    Mushafi  yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf dengan memulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat al-Nas.
b.   Nuzuli yaitu dalam menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kronologis turunnya surat-surat Al-Qur’an.
c.    Maudhu’i yaitu menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Al Qurtuby sebagai representasi dari tafsir fiqhi dalam menulis kitab tafsirnya memulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Dengan demikian ia memakai sistematika Mushafi, yaitu dalam menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat dan surat  yang terdapat dalam mushaf.
Ø  Contoh tafsir fiqhi
واقيموالصّلاة وأتواالزّكاة واركعوامع الرّاكعين
(Surat Al Baqarah 43)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al Qurtubi membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Di antara pembahasan yang menarik adalah masalah ke 16. Dia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi imam shalat. Di antara tokoh yang mengatakan tidak boleh adalah al Thawri, Malik dan Ashab Al Ra’yi. Dalam masalah ini al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, menurutnya anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik.
4.    CORAK FALSAFI
Tafsîr al-Falâsifah, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan pemikiran atau pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-ra`y. Dalam hal ini ayat lebih berfungsi sebagai justifikasi pemikiran yang ditulis, bukan pemikiran yang menjustifikasi ayat. Seperti tafsir yang dilakukan al-Farabi, ibn Sina, dan ikhwan al-Shafa. Menurut Dhahabi, tafsir mereka ini di tolak dan di anggap merusak agama dari dalam.
 Corak penafsiran ini akan sangat bermanfaat nantinya untuk membuka khazanah keislaman kita, sehingga kita nantinya akan mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek, terutama aspek filsafat. Metode berfikir yang digunakan filsafat yang bebas, radikal dan berada dalam dataran makna tentunya akan memperoleh hasil penafsiran yang lebih valid walaupun keberannya masih tetap relatif.
5.    CORAK SHUFI
Ø  Pengertian Tafsir Sufi
  Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik, dan ini terbagi dalam dua bagian; tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr shûfi  isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini tertolak. Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Qur`an al-`Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al-Sulami dan `Arâis al-Bayân fî Haqâiq al-Qur`an karya al-Syairazi. Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat, (1) ada dalil syar`i yang menguatkan, (2) tidak bertentangan dengan syari’at/rasio, (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak memenuhi syarat ini, maka ditolak. Corak penafsiran Sufi ini didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-Qur’an secara potensial mengandung 4 tingkatan makna: Zhahir, Batin, Hadd, dan matla’.
Ø  Karakteristik Tafsir Sufi
a.    Tafsir Sufi Nazari
 Tafsir Sufi al-Nazari  adalah tafsir sufi yang  dibangun untuk mempromosikan  dan memperkuat teori-teori mistik yang dianut mufassir.  Dalam menafsirkannya itu mufassir membawa al-Qur’an melenceng jauh dari tujuan utamanya yaitu untuk kemaslahatan manusia, tetapi yang ada adalah penafsiran pra konsepsi untuk menetapkan teori mereka. Al-Zahabi mengatakan bahwa tafsir sufi nazari dalam praktiknya adalah pensyarahan al-Qur’an yang tidak memperhatikan segi bahasa  serta apa yang dimaksudkan oleh syara’.  
 Ulama yang dianggap kompeten dalam tafsir al-Nazari yaitu Muhyiddin Ibn al-‘Arabi. Beliau dianggap sebagai ulama tafsir sufi nazari yang meyandarkan bebarapa teori-teori tasawufnya dengan al-Qur’an. Karya tafsir Ibn al-‘Arabi di antaranya al-Futuhat al-Makiyat dan al-Fushush.  Ibn al-‘Arabi adalah seorang sufi yang dikenal dengan paham wahdatul wujud-nya. Wahdat al-wujud dalam teori sufi adalah paham adanya persatuan antara manusia dengan Tuhan. Contoh Dalil al-Qur’an tentang paham ini adalah Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 186: “Jika hamba-hambaku bertanya padamu tentang aku, aku adalah dekat. Aku mengabulkan seruan orang memanggil jika dia panggil Aku”. Kata do’a yang terdapat dalam ayat tersebut oleh sufi diartikan bukan berdo’a dalam arti lazim dipakai. Kata itu bagi mereka adalah mengandung arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil dan Tuhan melihat dirinya kepada mereka.  Dengan perkataan lain, mereka berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan dirinya kepada mereka. 

b.     Tafsir Sufi Isyari
 Tafsir sufi Isyari adalah pentakwilan ayat-ayat al-Qur’an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh sufisme tetapi di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan.  Yang menjadi asumsi dasar mereka dengan menggunakan tafsir isyari adalah bahwa al-Qur’an mencakup apa yang zhahir dan batin. Makna zhahir dari al-Qur’an adalah teks ayat sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut.
Contoh penafsiran isyari yang dapat diterima karena telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, yaitu penafsiran al-Tastary ketika menafsirkan ayat 22 dari surat al-Baqarah:
فلا تجعلوا لله اندادا
 Al-Tastary  menafsirkan andadan yaitu nafsu amarah yang jelek. Jadi maksud andadan disini bukan hanya patung-patung, setan atau jiwa tetapi nafsu amarah yang sering dijadikan Tuhan oleh manusia adalah perihal yang dimaksud dari ayat tersebut, karena manusia selalu menyekutukan Tuhannya dengan selalu menjadi hamba bagi nafsu amarahnya.  
 Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan melihat isyarat yang ada di dalamnya telah banyak dilakukan oleh para sahabat Nabi, diantaranya penafsiran isyari sahabat yaitu: Ketika para sahabat mendengar ayat pertama dari surat al-Nasr yang bunyinya:
اذا جاء نصر الله والفتح
 Di antara mereka ada yang mencoba memberikan penafsiran ayat tersebut dengan mengatakan bahwa ayat tersebut memerintahkan kepada mereka untuk bersyukur kepada Allah dan meminta ampunannya. Tetapi berbeda dengan Ibn Abbas yang mengatakan bahwa ayat tersebut adalah sebagai tanda ajal Rasulullah saw.

6.    CORAK ADABI DAN IJTIMA’I
Ø  Pengertian Adabi Ijtima’i
Tafsir adabi Ijtima’i sebagaimana disebutkan oleh al Farmawi adalah Corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al Qur’an pada Aspek ketelitian redaksinya lalu menyusun kandungannya dalam redaksi yang indah dengan penonjolan aspek-aspek petunjuk al Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

Ø  Tokoh-tokoh Adabi Ijtima’i 
Tokoh utama corak adabi ijtima’i ini adalah Muhammad Abduh sebagai peletak dasarnya, dilanjutkan oleh muridnya Rasyid Ridha, di era selanjutnya adalah Fazlurrahman, Muhammad Arkoun. Selanjutnya yang masih menjadi bagian dari para mufassir dengan corak ini akan disebutkan berikut ini bersama karya-karya tafsirnya.
1.    Tafsir Al-Manar, oleh Rasyid Ridha (w. 1345 H).
2.    Tafsir Al-Maraghi, oleh Syekh Muhammad Al-Maraghi (w. 1945 M).
3.    Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, karya Al-Syekh Mahmud Syaltut .
4.    Tafsir Al-Wadhih, karya Muhammad Mahmud Baht Al-Hijazi. 

Ø  Literatur Tafsir Al-Qur'an Di Indonesia
1.    Tafsir bi al-Ma’tsur Pesan Moral Al-Qur'an, Karya Jalaluddin Rahmat.
2.    Tafsir Juz ‘Amma disertai Asbab al-Nuzul, Karya Rafi’uddin dan Edham Syifa’i.
3.    Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.
4.    Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis Terhadap Konsepsi Al-Qur'an, karya Mahasin.
5.    Konsep Kufr Dalam Al-Qur'an, karya Harifudin Cawidu.
6.    Konsep Perbuatan Manusia Menurut Al-Qur'an, Karya Jalaludin Rahman.
7.    Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur'an, Karya Musa Asy’ari.
8.    Jiwa Dalam Al-Qur'an, karya Achmad Mubarok dll.

7.    CORAK BALAGHI DAN BAYANI
Corak Balaghi, yaitu jika seorang Mufassir menafsirkan Al Qur’an didasarkan pada segi Balaghohnya (Keindahan Perkataan dan Uslub Al Qur’an). Adapun contoh corak tafsir Balaghi tedapat pada tafsir Al Kasysyaf karya Al Zamakhsyari.

Sedangkan, Corak Bayani, yaitu tafsir pembahasannya berkisar pada Balaghotu al Qur’an dalam bentuk Ilmu bayan seperti Tasybih Isti’aroh, Tamsil, Washal, Fashal, dan cabang-cabangnya seperti penggunaan Makna Denotasi (Haqiqi) dan Majazi (Metafor) dan semacamnya.

Tafsir Balaghah meliputi tiga aspek yaitu:
§   Tafsir Ma’an al-Qur’an yaitu tafsir yang khusus mengkaji makna-makna kosa kata al-Qur’an atau terkdang disebut ensiklopedi praktis seperti kitab Ma’an al-Qur’an karya Abd Rahim Fu’dah.
§   Tafsir Bayan al-Qur’an yaitu tafsir yang mengedapankan penjelasan lafal dari akar kata kemudian dikaitkan antara satu makna dengan makna yang lain seperti kitab Tafsir al-Bayani al-Qur’an karya Aisyah Abd Rahman bint al-Syathi’.
§   Tafsir badi’ al-Qur’an yaitu tafsir yang cenderung mengkaji al-Qur’an dari aspek keindahan susunan dan gaya bahasanya, seperti Badi’ al-Qur’an karya Ibn Abi al-Ishba’ al-Mishry (w. 654 H)

8.      CORAK HARAKI
Corak Haraki, yaitu tafsir yang ditulis dan disusun oleh seorang tokoh pergerakan umat Islam. Dalam hal ini seorang mufassir berusaha menjelaskan Maksud Allah dalam al Qur’an, khususnya yang terkait dengan perubahan dan pergerakan sosial kearah yang lebih baik. Tafsir Haraki ini tidak hanya bertujuan menafsirkan al Qur’an, tetapi juga mengajak umat untuk memperbaiki keadaan sosial yang buruk ke arah keadaan sosial yang lebih baik.dalam hal ini, mufassir juga mengedapankan perhatiannya untuk mengajak masyarakat agar kembali kepada ajaran agama yang benar, mensucikan agama dari segala bentuk Khurafat dan Isroilliyat. Contoh tafsir Haraki adalah Tafsir Fi Zhilalil al Qur’an karya Sayyid Quthub.


BAB III
PENUTUP
Corak diartikan oleh para mufassir sebagai kecenderungan atau spesifik seorang mufassir. Hal ini dilatar belakangi oleh pendidikan, lingkungan dan akidahnya (keyakinannya). Diantara macam-macam corak tafsir yaitu; corak Lughawi, corak ‘Ilmi, corak Fiqhi, corak Falsafi, corak Shufi, corak Adabi Ijtima’i, corak Balaghi dan Bayani, serta corak Haraki.













DAFTAR PUSTAKA
Al Aridl, Ali Hasan. 1994. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Anshori. 2010. Tafsir bi Al-Ra’yi: Memahami Al-Qur’an Bedasarkan Ijtihad. Jakarta: Gaung Persada Press.
Ash shiddieqy, M.Hasbi, 1990. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL-QUR’AN/TAFSIR. Jakarta: Bulan Bintang.
M. Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Dar al-Fikr, Beirut, 1995, Jilid I, hlm. 419
Supiana dan M. Karman. 2002. ULUMUL QURAN. Bandung: Pustaka Islamika.