SEJARAH PENDIDIKAN
ISLAM
PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA BANI ABBASYIYAH
Dosen Pembimbing :
Ahmad Irfan Mufid, MA
Kelompok 5 :
Ratih Nurafriani
(1110012000005)
Fitria Apriani
(1110011000033)
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa pemerintahan bani Abbasyiyah merupakan puncak
perkembangan pendidikan Islam di dunia. Selama pemerintahan bani Abbasyiyah,
banyak bidang pendidikan Agama maupun bidang pendidikan umum yang muncul
beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.
Pendidikan Islam yang sangat berkembang pada masa Bani
Abbasyiyah yaitu pada pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan
Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak
ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu
umum diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan
lain-lain. Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan
lain-lain.
1.2.Tujuan
1.
Memahami sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa
bani Abbasyiyah.
2.
Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh
pada masa bani Abbasyiyah.
3.
Mengetahui lembaga-lembaga yang ada pada masa bani Abbasyiyah.
4.
Mengetahui kurikulum pendidikan yang terapkan pada masa
bani Abbasyiyah.
1.3.Rumusan masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan pendidikan islam pada masa
bani Abbasyiyah?
2.
Siapa sajakah tokoh-tokoh pendidikan islam yang
berpengaruh pada masa bani Abbasyiyah?
3.
Apa saja lembaga-lembaga
yang ada pada masa bani Abbasyiyah?
4.
Bagaimana kurikulum pendidikan yang diterapkan pada masa
bani Abbasyiyah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Sekilas Sejarah Bani Abbasyiyah
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah
sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah.
Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
3.
Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa
kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini
disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.
Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa
kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut
juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan
Seljuk Raya (salajiqah
al-Kubra/Seljuk agung).
5.
Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa
khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di
sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
2.2. Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani
Abbasyiyah
Popularitas daulah Abbasyiyah
mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya
Al-Ma’mum (813-833 M). Harun
Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah, senang bershadaqah, sangat mencintai ilmu sekaligus
mencintai para ‘ulama,
senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada
masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani
dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama
lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya
besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat
kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Harun
Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi
keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi
didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.
2.3.
Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abbasyiyah
Beberapa ilmuwan muslim pada masa Daulat Abbasyiyah yang karyanya diakui dunia
diantaranya:
§ Al-Razi
(guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224
judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin.
Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi
tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi
bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi
adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia
juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya,
ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina.
§ Al-Battani
(Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi
pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati
akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De
Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana terjemahan tertua dari karyanya
masih ada di Vatikan.
§ Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan
pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891),
yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur
al-Ya’qubi historiae.
§
Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa
teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).
Pencapaian
kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dari adanya
sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya
dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya.
Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M)
hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi,
biologi, fisika dan sejarah.
Dari hasil
ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai
keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :
1. Ilmu Umum
a.
Ilmu Filsafat
1)
Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236
judul.
2)
Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3)
Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
4)
Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5)
Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang
terkenal antara lain: Shafa, Najat,
Qoman, Saddiya dan
lain-lain
6)
Al Ghazali (1085-1101
M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al
Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin dan lain-lain
Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah, Mizanul Amal, Ihya Ulumuddin dan lain-lain
7)
Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat,
Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain
b.
Bidang Kedokteran
1)
Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai
bapak Kimia.
2)
Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang
terkenal disamping sebagai
penterjemah bahasa asing.
penterjemah bahasa asing.
3)
Thabib bin Qurra (836-901 M)
4)
Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang
terkenal mengenai cacar dan
campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c.
Bidang Matematika
1)
Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota
Baghdad.
2)
Al
Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
d.
Bidang
Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak
para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
1)
Al Farazi :
pencipta Astro lobe
2)
Al
Gattani/Al Betagnius
3)
Abul wafat :
menemukan jalan ketiga dari bulan
4)
Al Farghoni
atau Al Fragenius
e.
Bidang Seni
Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976
M) dan ada seni musik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni
bangunan.
2. Ilmu
Naqli
a.
Ilmu Tafsir,
Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy
(wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak
dan lain-lain
b.
Ilmu Hadist,
Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam
Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At Tarmidzi,
dan lain-lain
c.
Ilmu Kalam,
Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam,
diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh
Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d.
Ilmu Tasawuf,
Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H) karangannya: ar
Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H) karangannya: Awariful Ma’arif,
Imam Ghazali : karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
e.
Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran
mereka masih mendapat
tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini
adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).
2.4.
Lembaga-Lembaga Pada Masa Bani Abbasyiyah
Perkembangan
peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya upaya dilakukan oleh para Khalifah di
bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan-bangunan yang berupa:
a.
Kuttab,
yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.
b.
Majlis
Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir
dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c.
Darul Hikmah, adalah
perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.
d.
Madrasah,
Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah
dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Lembaga-lembaga
pendidikan sebelum madrasah
Adapun
lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik,
adalah:
1.
Suffah
Pada masa
Rasulullah SAW, suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas
pendidikan biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan
mereka yang tergolong miskin disini para siswa diajari membaca dan menghafal
al-qur’an secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi,
dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran
dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
2.
Kuttab atau maktab
Kuttab atau maktab
berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan
kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana
dilangsungkan kegiatan tulis menulis.
Dengan adanya
perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal
perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya
persentuhan dengan peradaban helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka
terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.
3.
Halaqah
Halaqah
artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana
murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai
menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya
pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk megajarkan atau
mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.
4.
Majlis
Istilah
majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam, mulanya ia
merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu
pengetahuan. Majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7
(tujuh) macam majlis, diantaranya: Majlis al-hadits, Majlis al-tadris, Majlis
al-munazharah, Majlis muzakarah, Majlis al-syu’ara, Majlis
al-adab, dan Majlis al-fatwa dan al-nazar.
5.
Masjid
Semenjak
berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi
berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi.
Namun, yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan.
Kurikulum
pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh
pejabat-pejabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib dan iman masjid.
6.
Khan
Khan
biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau
sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al narsi yang
berlokasi di alun-alun karkh di bagdad.
7.
Ribarth
Ribath
adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan
duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah.
8.
Rumah – Ulama
Rumah
sebenarnya bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para
ulama dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk
kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
9.
Toko-toko buku dan perpustakaan
Toko-toko
buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya
memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi
dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu. Disamping
tokobuku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer
keilmuan islam.
10.
Rumah sakit
Rumah
sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan
mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan
dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan dalam bidang
kedokteran dan obat-obatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran dan obat-obatan
cukup pesat.
Rumah sakit juga
merupakan tempat praktikum sekolah kedokteran yang
didirikan diluar rumah sakit, rumah sakit juga berfungsi sebagai lembaga
pendidikan .
11.
Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui)
Badiah
merupakan sumber bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu
badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa arab yang asli dan murni.
Sehingga banyak anak-anak khulifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan
pergi ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan
kesusastraan arab. Dengan begitu badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga
pendidikan.
Madrasah
1.
Sejarah dan motivasi pendirian madrasah
Lahirnya
lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan pengembangan dari
sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya berlangsung di
mesjid-mesjid.
Disisi
lain, syalabi mengemukakan bahwa perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi
secara tidak langsung, menurutnya madrasah sebagai konsekuensi logis dari
semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar
tidak hanya kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar
yang dikenal madrasah.
Meskipun
madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran didunia islam baru timbul
sekitar abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa sejak awal perkembangannya islam
tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada awal telah berdiri
madrasah yang menjadi cikal bakal munculnya madrasah nizamiyah, madrasah tersebut
berada diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya madrasah
al-baihaqiyah, madrasah sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di Khusan.
2.
Madrasah Nizhamiyah.
Madrasah
nizhamiyah merupakan pertotipe awal bagi lembaga pendidikan tinggi, ia juga
dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan islam, dan
merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai suatu lembaga
pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa ikut terlibat
didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan, sarana fisik
dan lain-lain.
Kendati
madrasah nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran
islam dalam persi tertentu. Tetapi keterkaitan dengan standarisasi dan
pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian yang
inofatif.
3.
Madrasah di Mekah dan Madinah.
Secara kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyak
dibandingkan di Madinah. Diantaranya madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah Ursufiyah,
madrasah Muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di
Mekah adalah madrasah qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.
2.5.
Kurikulum Pendidikan Pada Masa Bani Abbasyiyah
Kurikulum Pendidikan Sebelum
Berdirinya Madrasah.
- Kurikulum pendidikan rendah/dasar
Sebelum
berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan islam, tetapi hanya
satu tingkat yang bermula dikuttab dan berakhir didiskusi halaqah. Tidak ada
kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat islam, dilembaga kuttab
biasanya diajarkan membaca dan menulis al-qur’an, kadang diajarkan bahasa nahwu dan
arudh. Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina untuk
tingkat ini adalah mengajari al-qur’an, karena anak-anak dari segi fisik dan
mental telah siap menerima pendiktean.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang
kurikulum pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid
menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari
seorang baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya
pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila ia sudah berusia lima tahun
saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan
mengajarkannya menghapal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya
syair. Dan apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik
kuda dan memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong
kampungnya untuk mendengarkan suara orang-orang yang minta pertolongan…”.
- Kurikulum pendidikan tinggi.
Kurikulum
pendidikan tinggi, berpariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar para
mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian
juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Kurikulum
pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama dan
jurusan ilmu pengetahuan.
Al-Khuwarazmi
(Yusuf al-kutub, tahun 976) meringkas kurikulum agama sebagai berikut: Ilmu
Fiqih, ilmu nahwu, ilmu kalam, ilmu kitabah (sekretaris), ilmu arudh, dan
lain-lain.
Ikhwan
Al-Ahafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
1)
Disiplin-disiplin umum: tulis baca, arti baca gramatika, ilmu hitung, satra,
ilmu tentang tanda dan isyarat, ilmu sihir, jimat, kimia, sulap, dagang, dan
sebagainya.
2)
Ilmu-ilmu filosofis: matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri, astronomi,
musik, aritmatika dan hukum-hukum geometri, dan sebagainya.
Kurikulum Pendidikan Setelah Berdirinya
Madrasah.
Sejalan dengan
perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan, mendirikan madrasah dianggap krusial.
Pendirian lembaga pendidikan tinggi islam ini terjadi di bawah patronase wazir
Nizam Al-Mulk (1064 M). Biasanya sebuah madrasah dibangun untuk seorang ahli
fiqih yang termasyhur dalam suatu mazhab yang empat. Umpamanya Nuruddin Mahmud
bin Zanki telah mendirikan di Damaskus dan Halab beberapa madrasah untuk mazhab
Hanafi dan Syafi’i dan telah dibangun juga sebuah madrasah untuk mazhab ini di
kota Mesir.
Berdirinya
madrasah, pada satu sisi, merupakan sumbangan islam bagi peradaban sesudahnya,
tapi pada sisi lain membawa dampak yang buruk bagi dunia pendidikan setelah
hegomoni negara terlalu kuat terhadap madrasah ini. Akibatnya kurikulum
madrasah ini dibatasi hanya pada wilayah hukum (fiqih) dan teologi.
”pemakruhan” penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu profan
yang sangat dicurigai dihapus dari kurikulum madrasah, mereka yang punya minat
besar terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa belajar sendiri-sendiri. Karenanya
ilmu-ilmu profan banyak berkembang di lembaga nonformal.
BAB III
KESIMPULAN
Pada masa bani Abbasyiyah, pendidikan islam sangat
berkembang pesat terutama pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa
pemerintahannya, banyak bermunculan pemikiran-pemikiran baru yang berhubungan
dengan ilmu agama dan ilmu umum. Dan juga bermunculah tokoh-tokoh pendidikan
islam yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan pendidikan agama maupun
pendidikan umum.
Pada masa pemerintaha Ar-Rasyid banyak dibangun
lembaga-lembaga pendidikan seperti Suffah, kuttab/maktab, halaqoh, majlis,
masjid, khan, ribbat, rumah – ulama, rumah sakit, toko buku – perpustakaan, dan
badiah. Juga yang sampai saat ini masih dipergunakan oleh para pelajar untuk
belajar pendidikan umum dan agama, yaitu Madrasah.
DAFTAR PUSTAKA
Suwito.
2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam:
Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar